“Kerja bukan cuma soal gaji, tapi soal kecocokan. Bisa jadi, jawabannya ada sejak kamu lahir.”
Dunia kerja sekarang sangat rasional.
Tapi di sisi lain, banyak juga HR, pemilik bisnis, bahkan pegawai yang diam-diam masih mempertimbangkan satu hal: weton.
Terutama di perusahaan tradisional, UKM lokal, atau keluarga yang masih memegang adat, weton kadang jadi penentu:
- Cocok atau tidak kerja di posisi tertentu
- Cocok atau tidak berpasangan dalam kerja tim
- Bahkan… cocok atau tidak jadi bos?
Tapi… pertanyaannya:
apa bisa weton dipakai sebagai alat bantu mengenali potensi diri di dunia kerja?
Weton & Karakter Kerja
Dalam tradisi Jawa, weton dipercaya memengaruhi
- Cara berpikir
- Sifat kepemimpinan
- Kekuatan komunikasi
- Tingkat kestabilan emosi
Contoh yang sering disebut:
- Senin Kliwon = pendiam, logis, cocok kerja individu
- Kamis Legi = komunikatif, cocok di marketing
- Selasa Pon = cepat emosi, tapi pekerja keras
Apakah itu berlaku mutlak?
Tentu tidak. Tapi bisa jadi bahan refleksi:
“Aku cocoknya kerja sendiri atau tim?”
“Apakah aku lebih nyaman di depan layar atau di lapangan?”
3 Cara Menggunakan Weton Secara Bijak untuk Karier
1. Gunakan untuk mengenali pola kerja diri sendiri
Contoh:
- Kalau kamu orang yang cepat lelah sosial (menurut weton atau pengalaman), kamu mungkin cocok di bidang data, IT, desain, atau content writing.
- Kalau kamu senang bicara, energik, dan kuat tekanan, kamu bisa masuk ke dunia sales, komunikasi, atau event.
2. Gabungkan dengan skill & minat
Jangan cuma lihat weton.
Gabungkan dengan:
- Minat kamu sekarang
- Skill yang sedang kamu bangun
- Lingkungan kerja yang bikin kamu nyaman
Weton bisa jadi “kompas awal”, tapi keputusan tetap di tanganmu.
3. Jangan pakai weton untuk menolak orang
Kalau kamu seorang leader, hindari menilai orang hanya dari wetonnya.
Lebih baik:
- Gunakan untuk memahami cara komunikasi mereka
- Bangun tim berdasarkan karakter, bukan hitungan hari lahir
Penutup
Weton bukan alat tes psikologi. Tapi bisa jadi cermin tradisi untuk memahami kecenderungan diri, bukan untuk menghakimi orang lain.
Dalam dunia kerja modern, kita bisa pakai segala cara untuk kenal diri—termasuk dari budaya yang diwariskan.
Selama tujuannya untuk berkembang dan bukan membatasi, maka semua cara mengenal diri bisa jadi jalan menuju hidup yang lebih sadar.